CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Sunday, November 2, 2008

Sumpah Pemuda & Virus Perusak Ingatan


Jakarta - Bersatu itu indah. Bersatu itu kuat. Itu yang menjadi motivasi anak bangsa menyatukan sikap, berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu, Indonesia. Tapi setelah 80 tahun menyatu, ada banyak sikap dan keinginan merobohkan pondasi itu. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dianggap bukan idaman, dan pemisahan diri dikira solusi. Ini pikiran ke belakang yang menjadi ancaman bangsa ini.Hari-hari ini jika menerawang ke masa silam, kita akan berdecak kagum terhadap para pemuda yang berpikiran jauh ke depan. Ketika di Asia belum banyak negara merdeka, ketika penjajahan masih merajalela, ketika Jerman terpecah dalam timur dan barat, para pemuda di Nusantara sudah merealisasi gagasan, menyatukan negeri ini dalam satu negara yang 'belum terbentuk' yang bernama Indonesia. Saat Blok Barat dan Blok Timur memanas, saat negara-negara kecil terjepit kepentingan Uni Soviet dan Amerika Serikat (AS) serta menyatukan diri dalam Gerakan Non Blok, puluhan tahun sebelumnya pemuda kita telah punya kesadaran penuh menanggalkan ras dan kesukuan itu. Mereka membubarkan 'sekat-sekat suku' yang terwadahi dalam Jong Java di Jawa, Jong Andalas di Sumatera, Jong Celebes di Sulawesi, dan Jong Ambon di Maluku.Di era globalisasi, ketika mata uang Dollar (Amerika) 'mendikte' alat tukar berbagai negara, memporakporandakan ekonomi, dan krisis melanda se-antero benua, hanya 'dua negara' yang tidak ikut terguncang. Pertama Jepang yang 'memformat' diri sebagai 'negara dagang' sejak Hiroshima dan Nagasaki luluh-lantak. Sedang yang kedua Eropa yang 'terselamatkan' berkat 'bersatu' dalam mata uang Euro. Ke depan, langkah 'Eropa bersatu' itu diprediksi akan diikuti negara-negara di Asia, Asean, mungkin juga beberapa negara Afrika yang terus menggeliat. Ini untuk memproteksi ekonominya dari 'penjajahan' bentuk baru negeri adidaya, serta melindungi diri dari 'main kuasa' yang bersifat politis.Itu artinya, memandang dunia di hari depan, 'bersatu' merupakan tuntutan. Itu karena negara kelak hanya ada di peta. Warga negara cuma tertulis dalam paspor. Dan suku atau bangsa? Akan tetap ada jika kita punya sikap dan budaya yang tidak gampang dipecah dan dijadikan 'boneka' negara-negara lain.Sumpah Pemuda Oktober 1928 merupakan kecerdasan pemuda negeri ini. Sebuah gagasan yang jauh melampaui zamannya. Tidak hanya mampu 'membentuk' negeri yang terpisah-pisah dalam berbagai pulau, suku serta agama menjadi utuh. Namun gagasan itu ternyata hari-hari ini menjadi tuntutan ke depan, ketika jarak dan waktu bukan lagi masalah akibat akselerasi teknologi.Namun akhir-akhir ini kejeniusan para pemuda yang semuanya sudah berkalang tanah itu mulai digerogoti pikiran picik generasi penerusnya. Banyak yang merasa hidup dalam naungan NKRI bukan pilihan. Pemisahan diri merupakan impian. Fanatisme sempit yang dilambari kesukuan, agama, kedaerahan, membelenggu benak mereka. Ini terus bermunculan di daerah. Dan ini yang membahayakan bangsa ini.Di bulan Oktober yang monumental ini rasanya perlu penyadaran. Penyadaran total, agar sikap ingin 'berpisah' tak lagi menjadi virus yang merusak ingatan. Sebab jika itu terjadi, ke depan negeri ini tercabik-cabik dan mungkin hilang. Serta anak cucu kita kehilangan masa lalu dan juga masa depannya.Inilah hari perenungan. Hari yang harus direnungkan. Karena di tanggal inilah 80 tahun lalu cikal-bakal terbentuknya negara dan bangsa yang bernama Indonesia dikumandangkan.

0 comments: